Jumat, 02 Mei 2008

BIARKAN PLN TERPURUK ATAU MENCEKIK RAKYAT?


           Oleh Andi Abdussalam

        Jakarta, 26/1 (ANTARA) - Dengan defisit sebesar Rp 38 triliun dan subsidi hanya sekitar Rp 15 triliun, pemerintah memang menghadapi pilihan yang sulit soal listrik, sehingga harus memilih menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL) yang bakal mencekik rakyat atau membiarkan Perusahaan Listrik Negara (PLN) terpuruk.

        Rencana menaikkan TDL mendapat tantangan yang luas dari publik karena memang kurang populer setelah kenaikan BBM Oktober 2005.

        Apa lagi saat ini pemerintah juga menghadapi sorotan atas kebijakan impor beras yang dianggap merugikan petani.

        Bukan tidak mungkin, isu-isu tadi justru akan dimanfaatkan pihak-pihak tertentu karena bisa dijadikan komoditi politik.

        Tapi apapun alasannya, masyarakat kecil memang tidak bisa melihat secara kasat mata segala yang terjadi di balik kebijakan pemerintah.

        Masyarakat kecil hanya bisa melihat dan merasakan kenyataan bahwa daya beli mereka sedang merosot di tengah meroketnya harga kebutuhan sehari-hari setelah kenaikan BBM beberapa waktu lalu.

        Karena itu wajar bila rencana pemerintah menaikkan TDL membuat mayarakat kecil kembali terkejut.

        "Pemerintah sudah tidak memiliki perasaan dan tidak merasakan betapa beratnya beban kehidupan rakyat jika TDL dinaikkan setelah menaikkan harga BBM," ungkap Nasir, warga Cibitung, Kabupaten Bekasi, Jabar, yang beprofesi sebagai tukang ojek.

        Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Paskah Suzetta beberapa waktu lalu mengungkapkan rencana pemerintah menaikkan TDL yang berkisar antara tujuh persen sampai 100 persen.

        Menurut Paskah Suzetta, kenaikan tarif listrik itu akan dikenakan kepada semua pelanggan dengan tarif tertinggi 100 persen pada industri menengah dan atas.

        Untuk listrik rumah tangga yang berkapasitas antara 450 watt sampai dengan 900 watt kenaikannya sekitar tujuh persen sementara yang di atas 2200 watt kenaikannya 80 persen.

        Namun pemerintah belum memastikan besaran persentase kenaikan TDL yang akan dikenakan, karena sekarang masih dalam simulasi.

        "Semuanya masih dalam simulasi," kata Paskah.

        Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Kamis, mengatakan pemerintah masih menunggu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas biaya pokok produksi PLN sebelum menentukan tingakat persentase kenaikan TDL.

        Sementara pemerintah sedang merumuskan tingkat kenaikan TDL, reaksi dari masyarkat luas sudah bermunculan.

        Pengamat ekonomi Faisal Basri mengatakan, kenaikan TDL yang tinggi akan membebani rakyat, namun pemerintah juga harus mensubsidi PLN yang mengalami defisit sekitar Rp38 triliun bila TDL tidak dinaikkan.

        Karena itu, Faisal menyarankan pemerintah tidak menaikkan TDL di atas 30 persen karena kenaikkan di atas 30 persen akan mendorong kenaikan inflasi sekitar dua sampai tiga persen, melebihi perkiraan delapan persen per tahun tahun ini.

        Sebetulnya, menurut Faisal, pemerintah dan DPR telah menyetujui subsidi sebesar Rp15 triliun, tapi jumlah ini tidak cukup untuk menutupi kebutuhan PLN yang mencapai Rp38 triliun.

        Karena itulah, apabila tidak diambil penyesuaian, menurut Paskah, PLN akan mengalami kerugian sebesar Rp21,5 triliun, kendatipun pemerintah telah menyubsidi sebesar Rp 15 triliun.

        Tapi kelihatannya memang pemerintah harus menaikkan TDL karena PLN juga merasakan kenaikan biaya operasional menyusul kenaikan harga BBM.

        "Kita tidak bisa berbuat apa-apa jika pemerintah menaikkan TDL karena memang harga BBM juga sudah naik," kata Wakil Ketua Kadin Rachmat Goebel.

        Namun Rachmat Goebel meminta pemerintah menyosialisasikannya lebih dahulu agar dunia usaha mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan dampak kenaikan TDL atas operasional perusahaan.

        Tapi sekali lagi, upaya pemerintah untuk menutupi kekurangan keuangan PLN sekitar Rp 21,5 triliun dengan menaikkan TDL akan memberatkan rakyat yang sudah menderita akibat kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu.

        "Seharusnya pemerintah tidak menaikkan TDL lebih dari 30 persen karena akan membebani rakayat," kata Faisal.

        Memang rakyat tidak akan melihat pertimbangan yang diambil pemerintah.

        Yang jelas pemerintah akan dianggap menyakiti rakyat bila TDL dinaikkan.

        "Rencana pemerintah menaikkan TDL akan menyengsarakan rakyatnya sendiri, karena pemerintah tidak melihat kondisi sesungguhnya di masyarakat saat ini," ungkap Hani Handayani, warga Selemba, Jakarta, yang bekerja sebagai karyawan swasta.

        Ia menyebutkan, dirinya sangat kecewa terhadap rencana kenaikan TDL tersebut karena jarak antara kenaikan harga BBM dengan kenaikan TDL berdekatan.

        Ia menyebutkan, dampak kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu sudah terasa berat, seperti naiknya tarif angkutan kota, maka bila kemudian ditambah dengan kenaikan tarif TDL maka makin berat saja beban yang harus ditanggung.

        Ny Iding, warga Perum Kartika, Kabupaten Bekasi, Jabar mengatakan, dengan kenaikan tarif TDL sebesar seratus persen tersebut, berarti pengeluaran untuk membayar listrik di rumahnya akan naik dua kali lipat yang semula sekitar Rp250 ribu per bulan menjadi sekitar Rp500 ribu per bulan.

        "Membayar listrik Rp250 ribu per bulan saja sudah dirasakan berat, apalagi harus membayar Rp500 ribu per bulan," ungkapnya.

        Reaksi masyarakat seperti yang terungkap di atas memang menunjukkan betapa resahnya rakyat kecil menghadapi kenaikan itu. Namun di sisi lain, masyarakat juga belum mengetahui bahwa kenaikan yang direncanakan pemerintah tidaklah dipukul rata 100 persen untuk semua pelanggan.

        Pelanggan rumah tangga dengan kapasitas antara 450 dan 900 watt kemungkinan kenaikan tarifnya sekitar 7 persen.

        Bisa saja pelanggan rumah tangga 450 watt tidak mendapat kenaikan TDL. Tapi mungkinkah?

        "Untuk mereka kemungkinan besar tidak dinaikkan," kata M. Ikhsan, staf Ahli Menteri Kordinator Perekonomian.

        Kalaupun pemerintah tidak menaikkan TDL bagi pelanggan kecil, kenaikan 100 persen untuk industri tetap akan memberi dampak yang luas kepada publik dalam bentuk kenaikan harga-harga dan pemutusan hubungan kerja.

        "Kanaikan TDL akan menjadi bom waktu," kata Tulus Abadi dari YLKI dalam acara Talk-show di TVRI minggu pagi.

        Katanya, rencana pemerintah menaikkan TDL sangat mengerikan ketika kosumen dibuat tidak berdaya oleh kenaikan BBM beberapa waktu lalu.

        "Kendati kenaikan 100 persen hanya akan dikenakan pada industri, tapi dampaknya akan mendorong harga-harga dan inflasi yang akan membebani konsumen," katanya.

        Lalu bagaimana bila TDL tidak dinaikkan? Paling tidak pemerintah dengan segala keterbatasannya harus menyubsidi PLN sekitar Rp38 triliun, atau membiarkan Perusahaan Listrik Negara itu terseok-seok. (T.A014) (T.A014/B/s018/s018) 26-01-2006 16:55:07

Tidak ada komentar:

Posting Komentar