Andi Abdussalam
Jakarta, 30/7 (ANTARA) - Menghadapi
semakin berkurangnya cadangan migas dan harga minyak yang terus
melambung di pasaran internasional, Pemerintah Indonesia terus mencari
sumber energi alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada BBM yang
bersal dari fosil.
Salah satu alternatif yang kini
sedang digencarkan pemerintah adalah pengembangan bio-energi yang
bersumber dari tumbuh-tumbuhan seperti tanaman jarak, singkong, tebu,
dan kelapa sawit.
Pengembangan bio-energi tersebut
diharapkan akan mengurangi ketergantungan Indonesia pada BBM yang
berasal dari fosil sebesar 10 persen pada 2010.
Keseriusan pemerintah dalam pengembangan bio-energi dibuktikan dengan
dibentuknya sebuah Tim Pengembangan Bio-energi Nasional yang diketuai
mantan Menaker Al Hilal Hamdi.
Keseriusan itu juga
ditujukkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang baru-baru ini
mengadakan sidang kabinet terbatas di Magelang, Jateng, untuk membahas
kebijakan energi nasional dan program aksi pengembangan bio-energi.
"Kita akan terus melakukan persiapan dan perencanaan tahun ini dan akan
mulai melaksanakan program tersebut tahun depan," kata Presiden setelah
memimpin sidang kabinet terbatas tersebut.
Disamping
mengurangi ketergantungan pada BBM, pengembangan bio-energi yang berasal
dari tanaman jarak, singkong, tebu, dan kelapa sawit juga akan
mendorong pertumbuhan ekonomi pedesaan.
"Pengembangan
bio-energi atau bio-diesel akan memperluas lapangan kerja, mengurangi
kemiskinan, membantu pengembangan koperasi, usaha kecil, dan
menghijaukan kembali lahan kering," kata Presiden.
Agar
rencana pengembangan bio-energi tercapai, pemerintah menugaskan tim
pengembangan bio-energi nasional itu untuk merumuskan
kebijakan-kebijakan dan program-program yang akan dilaksanakan.
Tim nasional akan merumuskan antara lain kebijakan bidang pengembangan
lahan, infrastruktur, pemerosesan produksi, pemasaran, dan pendanaan.
Menurut Ketua Tim Al Hilal Hamdi, untuk pengembangan tanaman jarak,
singkong, tebu, dan kelapa sawit sesuai target pemerintah sampai 2010,
diperlukan lahan seluas 6,5 hektar dengan investasi sebesar Rp100
triliun yang akan membuka kesempatan kerja bagi sekitar tiga juta tenaga
kerja baru.
Dari 6,5 juta hektar itu, tiga juta hektar
untuk tanaman kelapa sawit, 1,5 juta hektar untuk tanaman jarak, 1,5
hektar untuk tanaman singkong dan 500 ribu hektar untuk tanaman tebu.
Investasi yang diperlukan untuk setiap hektar sebesar Rp30 juta untuk
tanaman kelapa sawit, Rp15 juta untuk tanaman tebu, Rp3 juta untuk
tanaman jarak, dan Rp3,5 juta untuk tanaman singkong.
Selain itu, pemerintah juga merencanakan pembangunan 11 pabrik
pengolahan tanam bio-energi dengan target produksi sebesar 187 juta
liter mulai tahun depan dan sebesar 1,3 miliar liter pada 2010, atau
setara tiga persen konsumsi BBM nasional 2005 yang berjumlah 41 juta
kiloliter.
Dengan program tersebut, diharapkan Indonesia
akan mengurangi ketergantungannya pada BBM fosil sebesar 10 persen
untuk sektor transportasi dan 50 persen untuk BBM pembangkit listerik
pada 2010. Selain itu, Indonesia juga dapat menghemat devisa sebesar 10
miliar dan mengekspor sekitar 10 sampai 12 kiloliter bio-diesel.
Untuk membuat program ini sukses, sektor pendanaan menjadi sangat
penting. Untuk itu pemerintah mengimbau perbankan untuk turut membantu
pendanaan pengembagan bio-energi, termasuk pengembangan tanaman jarak,
singkong, dan tebu.
"Kita minta dunia perbankan untuk
berinvestasi di bidang pengembangan tanaman jarak, singkong, dan tebu
untuk mendorong perekonomian pedesaan sekaligus membantu menghijaukan
kembali lahan-lahan gundul," kata Menseneg Yusril Ihza Mahendra setelah
mengikuti pertemuan yang membahas pengembangan energi alternatif di
kantornya baru-baru ini.
Memang bank merupakan sumber
pendanaan yang sangat diharapkan membantu program yang sedang
digencarkan pemerintah itu. Setidaknya, pemerintah mengharapkan dana
sebesar Rp100 triliun dari bank untuk para petani kelapa sawit dan
tanaman lainnya yang disiapkan untuk produksi bio-enersi.
"Dana perbankan itu bisa untuk pengembangan kelapa sawit, singkong, dan
tebu, sementara untuk pengembangan tanaman jarak pagar, danany bisa
dari pemerintah," kata Al Hilal Hamdi.
Menurut dia,
pihak perbankan telah mengusulkan agar dana perbankan itu deberi subsidi
dari pemerintah, sehingga para petani hanya akan membayar bunga sekitar
10 persen.
Selain itu, pemerintah juga sedang
mempersiapkan insentif bagi investasi, perdagangan, dan penelitian untuk
mempercepat pengembangan bio-energi. "Kita sedang mempersiapkan
insentif seperti pembebasan pajak dan pengurangan pajak bagi kegiatan
penelitian serta pengurangan pajak pertambahan nilai," kata Hilal.
Dalam ranka mendukung program pemerintah ini, banyak perusahaan, baik
perusahaan dalam negeri maupun asing, telah menyatakan minat untuk
berinvestasi di bidang pengembangan bio-energi.
Menurut
Hilal, perushaan-perusahaan yang telah berminat itu antara lain Sinar
Mas, Agro Lestari, Molindo, dan PT HM Sampoerna, disamping BUMN dan
koperasi.
Sementara perusahaan asing yang menyatakan
berminat berinvestasi di sektor ini antara lain CITIC dari China, Itochu
dari Jepang, Greenenergy dari India, dan perushaan lainnya dari Amerika
Serikta dan Italia. Persusahaan minyak dari Jepang, Nippon Oil
Corporation juga sudah menyatakan niatnya untuk membangun pabrik
bio-diesel di Jambi
Sementar itu, Dekopin juga sedang
merencanakan pemgangunan pabrik pengolahan minyak jarak. "Kami sedang
mempertimbangkan membangun pabrik pengolahan minyak jarak, misalnya di
Sukabumi yang dekat dengan Jakarta," kata Ketua Umum Dekopin Adi Sasono.
Agar program pengembangan bio-energi lebih sukses,
pemerintah mengimbau masyarakat untuk tidak ragu mengembangkan tanaman
bio-energi. Pemerintah menjamin akan menyerap semua produksi bio-diesel
berapapun jumlahnya. "Pertamina dan PLN siap menyerap semua produksi
dari masyarakta," kata Menrestek Kusmayanto Kadiman. (T.A014/S005)
(T.A014/B/S005/S005) 30-07-2006 22:44:18